Tuesday, July 16, 2019

Saatnya Milenial Donor Darah Rutin Agar Hidup Sehat dan Jadi Pahlawan

Donor darah di Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara (24/05/2019)


INDONESIA kekurangan sekitar satu juta kantong darah setiap tahunnya. Fenomena kekurangan darah di berbagai daerah kerap terjadi. Kekurangan tersebut dikarenakan minimnya pendonor sehingga persediaan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan. Disisi lain, ada beberapa golongan darah yang memang kadang sulit untuk didapatkan.

Berdasarkan standar WHO (World Health Organization), jumlah kebutuhan minimal darah di Indonesia sebesar dua persen dari jumlah penduduk atau sekitar 5,2 juta kantong darah per tahun. Sementara, berdasarkan laporan tahunan Unit Transfusi Darah pada 2016 hanya tersedia 4,2 juta kantong darah dari 3,3 juta donasi. (mediaindonesia.com, 03 Juni 2018)

Kekurangan darah ini menjadi masalah klasik yang terjadi setiap tahunnya. Padahal kantong darah sangat diperlukan sewaktu-waktu saat terjadi insiden. Misalnya, Indonesia yang rawan bencana alam, sehingga PMI harus mengantisipasi setiap saat persediaan kantong darah dalam jumlah yang lumayan banyak. 

Begitu juga ibu yang mengalami pendarahan berat saat kehamilan atau pasca bersalin harus segera mungkin mendapatkan transfusi darah agar tidak mengancam nyawa. Demikian juga pasien yang kehilangan banyak darah setelah mengalami kecelakaan harus menerima tranfusi darah secepatnya. 

Kantong darah juga diperlukan secara rutin untuk pasien yang mengalami gagal ginjal atau penyakit lain yang harus melakukan cuci darah.

Menyimak kondisi tersebut, tentunya kita cukup prihatin terhadap kekurangan darah yang kerap terjadi. Bahkan kita mungkin sering mendapat pemberitahuan dari teman atau keluarga yang mencari pendonor untuk pasien dengan golongan darah yang sama.  

Kejadian seperti itu memang sering terjadi karena memang kekurangan darah atau golongan darah yang dimaksud juga langka. Jadi, sewajarnya persediaan darah harus sewaktu-waktu tersedia untuk membantu keselamatan nyawa yang membutuhkannya.

PMI dan Milenial
PMI (Palang Merah Indonesia) merupakan organisasi perhimpunan nasional yang bergerak dalam bidang sosial kemanusiaan. Memang jikalau mendengar PMI mungkin yang terbesit dipikiran kita adalah sebuah organisasi yang melayani donor darah dan sebagai distribusi kantong darah. 

Tranfusi darah sebenarnya salah satu kinerja PMI dibidang kemanusiaan dan kerelawanan.

Ketika membutuhkan darah, PMI menjadi wadah terutama untuk mencari persediaan darah. Keberadaan Unit Tranfusi Darah PMI di sejumlah daerah merupakan langkah strategis untuk membantu kekurangan darah setiap saat. 

Akan tetapi jumlah pendonor darah masih saja tidak seimbang dengan kebutuhan. Faktor minimnya pendonor membuat ketersediaan kantong darah selalu kekurangan.

Maka yang paling signifikan untuk mengatasi masalah kekurangan persediaan darah adalah mendorong kemauan generasi milenial atau kaum pemuda sebagai pendonor. Generasi milenial sebenarnya yang paling memungkinkan donor darah karena usia yang masih muda dan cukup produktif menyumbangkan darahnya.

Ketika generasi milenial mau dan secara rutin melakukan donor darah, maka persediaan darah di Indonesia akan cukup aman untuk memenuhi kebutuhan pasien yang membutuhkan tranfusi darah. Akan tetapi masih sedikit yang sadar untuk melakukan tindakan mulia tersebut. 

Banyak generasi milenial menganggap donor darah dapat membahayakan kesehatan atau berakibat buruk di masa depan. Stigma tersebut sering penulis dengar ketika mengajak teman atau kerabat untuk donor darah.

Padahal sebenarnya donor darah membuat kian sehat dan bugar. Manfaat donor darah lainnya, dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung, menurunkan berat badan, melancarkan peredaran darah, menurunkan resiko kanker, dan  secara psikologis ketika melakukan donor darah membuat kita turut senang dan mendapat kepuasan tersendiri karena kita turut menyelamatkan hidup seseorang.

Maka dari itu, PMI harus memberikan sosialisasi mendorong kaum milenial untuk turut melakukan donor darah. Ahli kesehatan dibidangnya juga dapat memberikan klarifikasi soal donor darah yang membahayakan. 

Dan juga menyadarkan mereka betapa sangat bermanfaatnya donor darah bagi kesehatan. Sehingga dengan demikian, stigma negatif sebelumnya dapat hilang dari benak generasi milenial.

Disisi lain yang perlu juga diperhatikan adalah keaktifan PMI untuk melakukan kegiatan donor darah secara rutin dibeberapa tempat. Memang biasanya PMI bekerja sama dengan sebuah instansi dalam aksi donor darah, namun hanya sementara saja. 

Sehingga dengan demikian, PMI harus gencar melakukan kegiatan-kegiatan donor darah untuk menggaet minat milenial.

Pengalaman pertama penulis saat donor darah memang ada rasa khawatir karena stigma negatif. Namun setelah mencoba donor darah ternyata bermanfaat bagi kebugaran tubuh. Tidak ada timbul masalah pasca donor, justru merasa senang karena dapat membantu nyawa orang yang membutuhkannya. Selesai donor, pihak PMI juga memberikan puding berupa susu dan telur ayam kampung.

Tetapi, tidak semua generasi milenial bisa sebagai pendonor karena beberapa faktor penghambat. Sebelum donor tentunya ada pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Nantinya petugas PMI akan memeriksa tekanan darah, berat badan dan Hemoglobin (Hb). 

Begitu juga, tidak dianjurkan melakukan donor darah jika sedang mengosumsi antibiotik, sedang hamil, sedang demam atau flu dan memiliki riwayat penyakit tertentu.

Aplikasi Reblood
Sebuah aplikasi android “Reblood” menfasilitasi kegiatan donor darah yang bekerja sama dengan PMI. Aplikasi tersebut memberikan dampak yang luar biasa untuk membantu PMI mengatasi masalah kekurangan persediaan darah. 

Reblood juga melakukan pendekatan bagi milenial dan menggerakkan mereka untuk rutin mendonorkan darahnya. Kebetulan pendiri Reblood merupakan milenial juga, yang bernama Leonika Sari.

Ide mengembangkan Reblood berawal dari kegelisahan Leonika, saat melihat kasus kekurangan stok darah. Menurut dia, rata-rata dalam setahun terjadi kekurangan 1 juta kantong darah. Di lain pihak, banyak masyarakat yang ingin menjadi donor tapi tak mengetahui cara mudahnya. 

Leonika pun berpikir untuk membuat aplikasi yang menghubungkan para donor dengan mereka yang membutuhkan darah. Sasarannya adalah anak muda yang akrab dengan gadget canggih dan bisa mengakses informasi dengan cepat. (bisnis.tempo.co, 18 Desember 2017)

Beberapa waktu lalu, Leonika menjadi tamu di sebuah acara televisi, Mata Najwa. Ia memaparkan bahwa Reblood memberikan solusi dengan menginformasikan event donor darah bagi calon pendonor. Pun demikian, Reblood juga mempunyai misi membuat donor darah menjadi gaya hidup sehat dan sebuah rutinitas bagi generasi milenial.

Di lain pihak, pemerintah turut memberikan penghargaan bagi pendonor yang sudah donor darah lebih dari 100 kali. 

Pendonor akan menerima PIN penghargaan Satyalencana Kebaktian Sosial. Akhir bulan Januari 2019, sebanyak 840 pendonor mendapatkan penghargaan tersebut dan disematkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. Dengan begitu, pendonor milenial akan terpacu untuk donor darah secara rutin. (*)
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Unika Santo Thomas Medan. Aktif di Komunitas Menulis Mahasiswa “Veritas” Unika Santo Thomas.

1 comment:

  1. Terima kasih atas telah menceritakan tentang Reblood di sini :)

    ReplyDelete