|
Donor darah di Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara (24/05/2019) |
INDONESIA
kekurangan sekitar satu juta kantong darah setiap tahunnya. Fenomena kekurangan
darah di berbagai daerah kerap terjadi. Kekurangan tersebut dikarenakan
minimnya pendonor sehingga persediaan tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat
yang membutuhkan. Disisi lain, ada beberapa golongan darah yang memang kadang
sulit untuk didapatkan.
Berdasarkan standar WHO (World
Health Organization), jumlah kebutuhan minimal darah di Indonesia sebesar dua
persen dari jumlah penduduk atau sekitar 5,2 juta kantong darah per tahun.
Sementara, berdasarkan laporan tahunan Unit Transfusi Darah pada 2016 hanya
tersedia 4,2 juta kantong darah dari 3,3 juta donasi. (mediaindonesia.com, 03
Juni 2018)
Kekurangan darah ini menjadi masalah
klasik yang terjadi setiap tahunnya. Padahal kantong darah sangat diperlukan
sewaktu-waktu saat terjadi insiden. Misalnya, Indonesia yang rawan bencana alam,
sehingga PMI harus mengantisipasi setiap saat persediaan kantong darah dalam
jumlah yang lumayan banyak.
Begitu juga ibu yang mengalami pendarahan berat
saat kehamilan atau pasca bersalin harus segera mungkin mendapatkan transfusi
darah agar tidak mengancam nyawa. Demikian juga pasien yang kehilangan banyak
darah setelah mengalami kecelakaan harus menerima tranfusi darah secepatnya.
Kantong
darah juga diperlukan secara rutin untuk pasien yang mengalami gagal ginjal
atau penyakit lain yang harus melakukan cuci darah.
Menyimak kondisi tersebut, tentunya
kita cukup prihatin terhadap kekurangan darah yang kerap terjadi. Bahkan kita
mungkin sering mendapat pemberitahuan dari teman atau keluarga yang mencari
pendonor untuk pasien dengan golongan darah yang sama.
Kejadian seperti itu memang sering terjadi
karena memang kekurangan darah atau golongan darah yang dimaksud juga langka.
Jadi, sewajarnya persediaan darah harus sewaktu-waktu tersedia untuk membantu
keselamatan nyawa yang membutuhkannya.
PMI dan Milenial
PMI (Palang Merah Indonesia)
merupakan organisasi perhimpunan nasional yang bergerak dalam bidang sosial
kemanusiaan. Memang jikalau mendengar PMI mungkin yang terbesit dipikiran kita
adalah sebuah organisasi yang melayani donor darah dan sebagai distribusi
kantong darah.
Tranfusi darah sebenarnya salah satu kinerja PMI dibidang
kemanusiaan dan kerelawanan.
Ketika membutuhkan darah, PMI
menjadi wadah terutama untuk mencari persediaan darah. Keberadaan Unit Tranfusi
Darah PMI di sejumlah daerah merupakan langkah strategis untuk membantu
kekurangan darah setiap saat.
Akan tetapi jumlah pendonor darah masih saja
tidak seimbang dengan kebutuhan. Faktor minimnya pendonor membuat ketersediaan
kantong darah selalu kekurangan.
Maka yang paling signifikan untuk
mengatasi masalah kekurangan persediaan darah adalah mendorong kemauan generasi
milenial atau kaum pemuda sebagai pendonor. Generasi milenial sebenarnya yang
paling memungkinkan donor darah karena usia yang masih muda dan cukup produktif
menyumbangkan darahnya.
Ketika generasi milenial mau dan
secara rutin melakukan donor darah, maka persediaan darah di Indonesia akan
cukup aman untuk memenuhi kebutuhan pasien yang membutuhkan tranfusi darah. Akan
tetapi masih sedikit yang sadar untuk melakukan tindakan mulia tersebut.
Banyak
generasi milenial menganggap donor darah dapat membahayakan kesehatan atau
berakibat buruk di masa depan. Stigma tersebut sering penulis dengar ketika
mengajak teman atau kerabat untuk donor darah.
Padahal sebenarnya donor darah
membuat kian sehat dan bugar. Manfaat donor darah lainnya, dapat menurunkan resiko
terkena penyakit jantung, menurunkan berat badan, melancarkan peredaran darah,
menurunkan resiko kanker, dan secara
psikologis ketika melakukan donor darah membuat kita turut senang dan mendapat
kepuasan tersendiri karena kita turut menyelamatkan hidup seseorang.
Maka dari itu, PMI harus memberikan
sosialisasi mendorong kaum milenial untuk turut melakukan donor darah. Ahli
kesehatan dibidangnya juga dapat memberikan klarifikasi soal donor darah yang
membahayakan.
Dan juga menyadarkan mereka betapa sangat bermanfaatnya donor
darah bagi kesehatan. Sehingga dengan demikian, stigma negatif sebelumnya dapat
hilang dari benak generasi milenial.
Disisi lain yang perlu juga
diperhatikan adalah keaktifan PMI untuk melakukan kegiatan donor darah secara
rutin dibeberapa tempat. Memang biasanya PMI bekerja sama dengan sebuah
instansi dalam aksi donor darah, namun hanya sementara saja.
Sehingga dengan
demikian, PMI harus gencar melakukan kegiatan-kegiatan donor darah untuk
menggaet minat milenial.
Pengalaman pertama penulis saat
donor darah memang ada rasa khawatir karena stigma negatif. Namun setelah
mencoba donor darah ternyata bermanfaat bagi kebugaran tubuh. Tidak ada timbul
masalah pasca donor, justru merasa senang karena dapat membantu nyawa orang
yang membutuhkannya. Selesai donor, pihak PMI juga memberikan puding berupa
susu dan telur ayam kampung.
Tetapi, tidak semua generasi
milenial bisa sebagai pendonor karena beberapa faktor penghambat. Sebelum donor
tentunya ada pemeriksaan kesehatan terlebih dahulu. Nantinya petugas PMI akan
memeriksa tekanan darah, berat badan dan Hemoglobin (Hb).
Begitu juga, tidak
dianjurkan melakukan donor darah jika sedang mengosumsi antibiotik, sedang
hamil, sedang demam atau flu dan memiliki riwayat penyakit tertentu.
Aplikasi Reblood
Sebuah aplikasi android “Reblood”
menfasilitasi kegiatan donor darah yang bekerja sama dengan PMI. Aplikasi
tersebut memberikan dampak yang luar biasa untuk membantu PMI mengatasi masalah
kekurangan persediaan darah.
Reblood juga melakukan pendekatan bagi milenial
dan menggerakkan mereka untuk rutin mendonorkan darahnya. Kebetulan pendiri
Reblood merupakan milenial juga, yang bernama Leonika Sari.
Ide mengembangkan Reblood berawal dari
kegelisahan Leonika, saat melihat kasus kekurangan stok darah. Menurut dia,
rata-rata dalam setahun terjadi kekurangan 1 juta kantong darah. Di lain pihak,
banyak masyarakat yang ingin menjadi donor tapi tak mengetahui cara mudahnya.
Leonika pun berpikir untuk membuat aplikasi yang menghubungkan para donor
dengan mereka yang membutuhkan darah. Sasarannya adalah anak muda yang akrab
dengan gadget canggih dan bisa mengakses informasi dengan cepat. (bisnis.tempo.co,
18 Desember 2017)
Beberapa waktu lalu, Leonika menjadi
tamu di sebuah acara televisi, Mata Najwa. Ia memaparkan bahwa Reblood memberikan
solusi dengan menginformasikan event donor darah bagi calon pendonor. Pun demikian,
Reblood juga mempunyai misi membuat donor darah menjadi gaya hidup sehat dan
sebuah rutinitas bagi generasi milenial.
Di lain pihak,
pemerintah turut memberikan penghargaan bagi pendonor yang sudah donor darah
lebih dari 100 kali.
Pendonor akan menerima PIN penghargaan Satyalencana
Kebaktian Sosial. Akhir bulan Januari 2019, sebanyak 840 pendonor mendapatkan
penghargaan tersebut dan disematkan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko
Widodo. Dengan begitu, pendonor milenial akan terpacu untuk donor darah secara
rutin. (*)
Penulis
adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi Unika Santo Thomas Medan. Aktif di Komunitas
Menulis Mahasiswa “Veritas” Unika Santo Thomas.